FAMOUS

Di tengah keheningan Desa Pejanggik, Lombok Tengah, terdapat sebuah tradisi yang tak hanya memikat secara visual, tetapi juga kaya akan nilai spiritual dan budaya  tradisi ini dikenal dengan nama Perang Timbung. Ritual ini merupakan bagian dari warisan Kerajaan Pejanggik yang telah berlangsung secara turun-temurun dan hingga kini masih dijaga oleh masyarakat adat setempat.

images: Radar Mandalika
image: Opsi NTB
Rangkaian Prosesi Sakral

Perang Timbung bukanlah satu acara tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah tahapan adat yang dilakukan secara bertahap:

  1. Pengambilan Air Suci dari Lingkok Siwaq
    Prosesi diawali dengan mengambil air dari Lingkok Siwaq, yang dikenal sebagai “sumur sembilan.” Berdasarkan kisah turun-temurun, sumur ini muncul saat Raja Pejanggik menghentakkan tongkatnya ke tanah ketika rakyatnya dilanda kemarau panjang. Dari hentakan tersebut, keluarlah mata air  yang kemudian dianggap suci oleh masyarakat.

  2. Ritual di Bale Beleq (Rumah Besar)
    Setelah air diambil, air tersebut dibawa ke Bale Beleq, bangunan besar tempat musyawarah adat berlangsung. Di sini, air diarak mengelilingi bangunan sebanyak tujuh kali  menyerupai tawaf dalam ibadah haji dan disemayamkan semalam sebelum dibawa ke lokasi ritual utama.

  3. Penghantaran Air ke Makam Seriwe
    Keesokan harinya, air suci diarak oleh masyarakat menuju kompleks Makam Seriwe, tempat raja-raja Pejanggik dimakamkan. Di sinilah ritual Perang Timbung dilangsungkan dengan khidmat, penuh makna dan doa.

Asal Usul dari Sebuah Mimpi

Menurut cerita masyarakat adat, pelaksanaan Perang Timbung bermula dari mimpi buruk Raja Mas Meraje Kesume. Dalam mimpinya, sang raja melihat tanda-tanda akan terjadinya huru-hara di kerajaan  dan ancaman itu ternyata berasal dari dalam istana sendiri. Sebagai bentuk ikhtiar spiritual, sang raja pun memerintahkan ritual ini agar kerajaannya terhindar dari kekacauan.

Waktu pelaksanaan ritual tidak sembarangan. Tradisi ini digelar setiap hari Jumat pada bulan keempat dalam kalender Penggalan Sasak. Menariknya, tanda alam seperti mekarnya pohon Dangah, pohon purba yang sangat langka dan hanya tumbuh di beberapa lokasi Lombok, menjadi isyarat alami bahwa waktu pelaksanaan ritual telah tiba.

Nilai-Nilai Luhur dalam Kehidupan Modern

Perang Timbung tidak hanya kaya akan sejarah dan simbolisme, tetapi juga mengandung nilai-nilai sosial yang sangat relevan dengan kehidupan masa kini. Dalam prosesi ini tercermin semangat gotong royong, kerjasama, serta rasa saling menghormati dan mendukung antarwarga. Semua nilai ini bisa diangkat sebagai inspirasi untuk membangun solidaritas sosial di tengah tantangan kehidupan modern.

Tradisi ini mengajarkan bahwa menjaga harmoni tidak hanya dilakukan lewat doa, tetapi juga lewat kebersamaan dan kesadaran kolektif. Apa yang ditanam leluhur, kini terus tumbuh dalam praktik budaya dan hati masyarakatnya.

X

https://wa.me//6281775104411